Kredit Bank, Bolehkah?

Kredit pada bank menurut pandangan fiqih ada dua kemungkinan:
1. Termasuk akad permodalan (Muqaradlah)
2. Termasuk akad hutang-piutang (Qardlu)

Jika kreditur mengajukan kredit pada bank untuk modal usaha dan pada waktu transaksi (akad) tidak menetapkan nominal laba (bunga) yang harus diberikan pada bank (tidak menetapkan). Misalnya harus menyerahkan laba seratus ribu dalam setiap bulan dari laba bersih (bukan dari modal), bahkan hanya menyebutkan prosentasenya saja. Misalnya sepuluh persen dari laba bersih harus diserahkan pada bank maka transaksi seperti ini termasuk Muqaradlah Shahihah sekaligus halal dan apabila menyebut nominal laba (bunga) atau menyebut prosentase laba tapi dari modal maka termasuk Muqaradlah Fasidah (rusak) yang berarti haram melakukan transaksinya namun menggunakan orang yang di dapat dari transaksi tersebut boleh (halal) karena ada persetujuan dari bank (izin) untuk digunakan.
(Referensi: Mughnil Muhtaj 276/9).

Dan apabila kredit pengajuan pada bank bukan untuk modal usaha maka termasuk hutang-piutang (qardlu) yang berarti bila menetapkan/menerapkan bunga dalam transaksi (akad) maka termasuk riba dalam arti transaksinya haram dan uang yang di dapat dari transaksi termasuk juga haram yang terlebih di dalamnya juga berdosa dan apabila tidak menetapkan bunga di dalam akad tetapi sudah saling mengerti tentang pemberlakuan bunga maka pendapat ulama ada dua versi:
1. Menyatakan tetap haram dan pendapat ini yang dianggap kuat
2. Menyetakan tidak haram dan uang yang didapat dari transaksi tersebut juga tidak haram namun sebaiknya dihindari selagi tidak dlorurat dan apabila keadaan memaksa maka dianjurkan untuk taqlid pada ulama yang menyatakan tidak haram (yusannu lilaami taqlidu man ajaza).
(Referensi: Majmu’ 173/13 dan al-Bayan lilumrani 464/5)

Rujukan : www.salafiyah.org

File yang Berhubungan



0 komentar:

Posting Komentar